Saat pita kaset masih menjadi teman setia remaja Indonesia, suara sendu seorang perempuan muda menggema dari radio-radio di pelosok negeri. Namanya Nike Ardilla. Dengan rambut tomboy, suara serak penuh luka, dan lirik yang menyayat, ia menyentuh hati jutaan pendengarnya bukan hanya sebagai penyanyi, tapi sebagai simbol.
Di balik ketenarannya, tersimpan sosok perempuan muda yang tak hanya tampil beda, tapi juga berani mengukir jalannya sendiri dalam industri yang pada zamannya, masih keras dan penuh batasan bagi perempuan. Hari ini, nama Nike Ardilla layak kembali disebut bukan hanya sebagai legenda musik, tetapi sebagai pelopor emansipasi kreatif di panggung hiburan Indonesia yang semakin berkembang.
Menembus Norma, Menciptakan Ruang Sendiri
Di akhir 80-an dan awal 90-an, industri musik Indonesia masih sangat maskulin. Namun Nike hadir membawa sesuatu yang berbeda: aura rebel yang lembut, kekuatan dalam kesedihan, dan keberanian untuk tak sesuai harapan. Ia tidak mencoba untuk “cantik” dalam pakem umum ia hanya jadi dirinya sendiri. Dan dari situlah kekuatannya lahir.
Album-albumnya meledak di pasaran. “Bintang Kehidupan”, “Seberkas Sinar”, “Sandiwara Cinta” semua menjadi anthem generasi. Tapi lebih dari angka penjualan, Nike Ardila membawa sesuatu yang tak terhitung: ruang. Ruang bagi perempuan untuk berkarya, bersuara, dan menjadi apa pun yang mereka mau, bahkan dalam industri yang keras seperti musik.
Kini, lebih dari dua dekade sejak kepergiannya, pengaruh Nike masih terasa. Tak sedikit musisi perempuan hari ini yang menyebutnya sebagai inspirasi. Dari pop hingga indie, dari penyanyi hingga produser musik semakin banyak perempuan yang memimpin di lini depan ekonomi kreatif subsektor musik.
Mereka tidak hanya menyanyi, tapi juga menulis lagu, memproduseri karya sendiri, dan mengelola bisnisnya. Mereka bukan hanya wajah di panggung, tetapi juga otak di balik layar. Warisan Nike bukan hanya soal lagu-lagu patah hati tapi tentang keberanian untuk mengambil kendali atas karya dan identitas diri.
Kartini Masa Kini, Dalam Nada dan Suara
Jika Kartini berjuang dengan pena dan surat, maka para perempuan di industri musik hari ini termasuk mereka yang tumbuh dengan lagu-lagu Nike Ardilla berjuang dengan nada, lirik, dan irama. Mereka adalah Kartini masa kini, yang suaranya menggema di Spotify, radio, konser, dan ruang-ruang kreatif lainnya.
Dan di tengah semua itu, suara Nike masih terdengar. Tidak hanya dalam lagu-lagunya yang terus diputar, tetapi dalam semangat perempuan-perempuan muda yang tak takut menjadi berbeda, tak ragu berkarya, dan tak gentar mengubah industri dengan caranya sendiri.
Di Hari Kartini ini, mari kita ingat: terkadang, perjuangan tidak hadir dalam bentuk orasi atau manifesto. Kadang, ia datang dalam bentuk lagu sendu yang diputar berulang-ulang, menjadi kekuatan diam bagi mereka yang mendengarnya.
Kementerian Ekonomi Kreatif/ Foto: Nike Ardilla (Instagram/@adjieesa)





